Welcome in Rasyid Blog

Membaca Adalah cara dimana dunia ada pada genggaman anda..
Jadi Teruslah membaca..
Semoga dapat bermanfaat bagi anda..

A-CHIED ANGKOTASAN

Rabu, 11 Desember 2013


Kriteria Utama di Dalam Perencanaan Struktur Jembatan


Dalam membangun/merencanakan struktur jembatan, terdapat beberapa kriteria yang sangat penting. Pemilihan kriteria yang tepat dapat menjamin berhasilnya proyek jembatan yang dikerjakan. Adapun kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan dalam merencanakan struktur jembatan adalah sebagai berikut:
1.Survei dan Investigasi
Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan survei dan investigasi yang meliputi:
  • Survei tata guna lahan,
  • Survei lalu-lintas,
  • Survei topografi,
  • Survei hidrologi,
  • Penyelidikan tanah,
  • Penyelidikan geologi,
  • Survei bahan dan tenaga kerja setempat.
Hasil survei dan investigasi digunakan sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis yang menyangkut beberapa hal:
  • Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
  • Ketersediaan material, anggaran dan sumberdaya manusia.
  • Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
  • Pemilihan jenis konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah, geologi, hidrologi serta kondisi sungai dan perilakunya.
2. Analisis Data
Sebelum membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan investigasi yang meliputi:
1) Analisis data lalu-lintas.
Analisis data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya dengan penentuan lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
2) Analisis data hidrologi.
Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan, kecepatan aliran, dan gerusan (scouring) pada sungai dimana jembatan akan dibangun.
3) Analisis data tanah.
Data hasil pengujian tanah di laboratorium maupun di lapangan yang berupa pengujian sondir, SPT, boring, dsb. digunakan untuk mengetahui parameter tanah dasar hubungannya dengan pemilihan jenis konstruksi pondasi jembatan.
4) Analisis geometri.
Analisis ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi jembatan yang erat hubungannya dengan alinemen vertikal dan panjang jalan pendekat (oprit).
3. Pemilihan Lokasi Jembatan
Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur rintangan.
Beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi setempat dan ketersediaan lahan adalah sebagai berikut:
1) Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan kebutuhan lahan yang besar sekali;
2) Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya, dan diusahakan mengikuti as jalan existing;
3) Pemilihan lokasi jembatan selain harus mempertimbangkan masalah teknis yang menyangkut kondisi tanah dan karakter sungai yang bersangkutan, juga harus mempertimbangkan masalah ekonomis serta keamanan bagi konstruksi dan pemakai jalan.
4. Bahan Konstruksi Jembatan
Dalam memilih jenis bahan konstruksi jembatan secara keseluruhan harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Biaya konstruksi;
2) Biaya perawatan;
3) Ketersediaan material;
4) Flexibilitas (konstruksi dapat dikembangkan atau dilaksanakan secara bertahap);
5) Kemudahan pelaksanaan konstruksi;
6) Kemudahan mobilisasi peralatan.
Tabel 1. menyajikan rangkuman jenis konstruksi, bahan konstruksi, dan bentang maksimum jembatan standarBina Marga yang ekonomis dalam keadaan normal yang sering digunakan.
Tabel 1. Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis dan bahan
BahanJenisBentang Maksimum (m)
Beton
Culvert
Slab bridge

T-Girder, I-Girder
4,00

Minggu, 27 Januari 2013

HUKUM ADAT DITANGAN MASYARAKAT HATUHAHA


JEJAK ARKEOLOGI PENGARUH BUDAYA ISLAM DI WILAYAH MALUKU DAN MALUKU UTARA

            Pengaruh Islam hadir di wilayah Kepulauan Maluku setidaknya sejak pungkasan Abad 14, yang ditandai dengan berdiri dan berkembangnya Kerajaan dengan pemerintahan bercorak Islam. Di Wilayah Maluku Utara di kenal empat Kerajaan Islam yang besar dan pengaruhnya yang tersebar luas. Empat Kerajaan tersebut adalah Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Di Wilayah Maluku bagian selatan, dikenal juga kerajaan yang cukup besar pengaruhnya dan perkembangannya sejaman dengan wilayah kerajaan Ternate, yakni Kerajaan Hitu, di bagian utara Pulau Ambon. Perkembangan kerajaan-kerajaan tersebut seiring pula dengan laju gerak niaga yang melibatkan para pedagang asing seperti pedagang Arab, Persia, China, Jawa serta Sumatra. Berkembangnya gerak niaga, dipicu oleh kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah kepulauan Maluku, yakni cengkeh dan pala yang terkenal seantero jagad.
            Persentuhan wilayah Maluku dengan budaya Islam dapat dijejaki adanya bukti-bukti peninggalan budaya Islam pada awal persentuhannya hingga masa berkembangnya sebagai agama resmi kerajaan. Di Wilayah Ternate, Tiodre, Bacan dan Jailolo, bukti-bukti peninggalan kerajaan Islam seperti Majid Kuno, Alquran kuno dan berbagai peninggalan lainnya membuktikan bahwa pengaruh budaya Islam di wilayah itu sangat kuat. Dapat dikatakan wilayah Ternate, Tiodre, Jailolo dan Bacan adalah wilayah-wilayah pusat  peradaban Islam. Pada abad 15-16 Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo di Maluku Utara adalah wilayah-wilayah pusat Kerajaan Islam yang pengaruhnya menyebar ke seluruh wilayah Kepulauan Maluku, bahkan hingga ke sebelah barat dan timurnya. Di bagian selatan Maluku, Kerajaan Hitu di Pulau Ambon dianggap sebagai pusat kekuasaan Islam. Dari wilayah pusat perdaban dan kekuasaan Islam inilah, kemudian dengan cepat berkembang ke wilayah-wilayah lainnya, seiring laju perdagangan serta ekspansi kekuasaan.  
Kerajaan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan di Maluku Utara, dianggap sebagai pusat kekuasaan Islam, karena di wilayah inilah Islam pertama kali berkembang. Di wilayah Pulau Ambon, Kerajaan Hitu juga dianggap sebagai pusat peradaban dan kekuasaan Islam yang sezaman dengan Ternate. Jika kehadiran Islam dianggap sebagai kekuatan transformatif, telah memberdayakan masyarakat nusantara untuk keluar dari paham-paham primitif, serta dianggap mampu memberikan andil terhadap perubahan penting di bidang sosial dan struktur politik, maka di wilayah Maluku, wilayah-wilayah pusat kekuasaan Islam seperti yang disebutkan diawal, dapat dikatakan mewakili anggapan itu. Pusat-pusat kekuasaan Islam Maluku telah berkembang menjadi daerah kesultanan yang melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke ’wilayah-wilayah seberang’.
 Sejarah mencatat, Ternate dan Tidore adalah dua kerajaan di wilayah Maluku Utara yang dapat dipresentasikan sebagai wilayah pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara. Ternate, melebarkan sayap ke wilayah selatan Maluku, meliputi Pulau Ambon, Haruku, Saparua, Buru, Seram Bagian Barat dan Tengah. Sementara itu Tidore melebarkan sayap kekuasaannya ke wilayah pesisir utara Pulau Seram dan wilayah kepulauan di sisi paling timur Pulau Seram, yakni Gorom dan Seram laut hingga ke wilayah Kepulauan Raja Ampat Irian Jaya. Kedua wilayah kesultanan itu saling bersaing melebarkan sayap kekuasaannya hingga keluar wilayah geografisnya ke wilayah pulau-pulau diseberang lautan.
Selain pelebaran sayap kekuasaan yang bertendensi politis, kerajaan-kerajaan besar tersebut juga menyebarkan dan mengembangkan paham-paham bertendensi kultural. Salah satunya adalah penyebaran dan pengembangan agama Islam di wilayah-wilayah pelebaran kekuasaan tersebut. Pengislaman ‘wilayah seberang’ kesultanan Ternate, tidak lepas dari peranan pusat kekuasaaan itu sendiri. Oleh karena itu bagian selatan Kepulauan Maluku, meliputi Pulau Ambon, Haruku, Saparua, Seram dan pulau-pulau lainnya, keagamaan Islam menyebar dan berkembang berasal dari wilayah kerajaan di Maluku Utara, terutama Ternate dan Tidore. Dalam hal ini Hitu di Pulau Ambon adalah sebuah pengecualian, karena perkembangan Islam di Hitu sezaman dengan Ternate, bahkan sejarah mencatat Raja Hitu bersama Sultan I Ternate, yakni Zaenal Abidin belajar Islam pada waktu bersamaan di Gresik. Justru, dari pertemuan itu keduanya membangun relasi politik antara Hitu dan Ternate dalam suatu ikatan perjanjian yang mungkin sekali juga tentang penyebaran agama Islam di wilayah masing-masing. Proses pengislaman wilayah-wilayah seberang di wilayah Kepulauan Maluku dan Maluku Utara, biasanya selain karena ekspansi politik, juga dibarengi dengan agenda-agenda perluasan perdagangan.
Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh budaya Islam dapat dilihat dengan berbagai bentuk tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan kerajaan maupun peninggalan daerah negeri-negeri yang bercorak Islam. Daerah Pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara peninggalan arkeologi yang monumental misalnya istana atau kedaton, masjid kuno, alqur’an kuno dan berbagai naskah kuno lainnya, selain tentu saja berbagai benda pusaka peninggalan kerajaan. Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan, meskipun tidak berkembang menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan yang lebih luas, namun pengaruh Islam dapat dilihat dengan adanya negeri-negeri bercorak keagaaam Islam. Diantara negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang kuat. Meskipun tidak berkembang menjadi daerah Kesultanan namun negeri-negeri tersebut memiliki pemerintahan dan simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat dijumpai pula beberapa bangunan monumental peninggalan Islam yang tidak jauh berbeda dengan peninggalan yang terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya masjid kuno, naskah kuno dan berbagai barang pusaka kerajaan. Jika di wilayah Maluku Utara terkenal dengan sebutan Moluko Kie Raha, yakni empat kerajaan sebagai pusat kekuasaan Islam yakni Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo, di wilayah Maluku bagian selatan, juga dikenal beberapa wilayah negeri yang juga dikenal dengan sebutan kerajaan, yakni Kerajaan Hitu, sebagai kerajaan dengan wilayah kekuasaan yang paling besar yang selama ini dikenal dalam catatan sejarah. Ada pula kerajaan Hoamoal, di wilayah Seram Bagian Barat, yang juga tersiar dalam berbagai penulisan sejarah sebagai wilayah kerajaan Islam yang memiliki periodesasi yang sama dengan Kerajaan Hitu, dan bahkan menjalin kerjasama dalam rangka mengikis hegemoni kolonial. Di Pulau Haruku, terdapat persekutuan 5 (lima) negeri atau desa Islam yakni Negeri Pelauw, Kailolo, Kabauw, Hulaliu dan Rohomoni yang disebut sebagai Amarima Hatuhaha, masing-masing juga memiliki pemerintahan otonom, namun menyatukan diri dalam persekutuan negeri-negeri Islam yang disebut Amarima Hatuhaha yang berpusat di desa Rohomoni. Di Pulau Saparua, terkenal dengan kerajaan Iha dan Honimoa (Siri Sori Islam), sebagai dua kerajaan Islam yang cukup berpengaruh di wilayah itu sehingga dikenal sebagai sapanolua artinya sampan dua atau perahu dua yang dimaksudkan ialah pulau Saparua mempunyai dua Jasirah yang besar yang diatasnya berkuasa dua orang raja dengan tanahnya yang sangat luas itu disebelah utara Raja Iha dengan kerajaanya dan di sebelah tenggara Raja Honimoa (Sirisori dengan Kerajaannya).
            Beberapa catatan sejarah menyebutkan, di wilayah Maluku, Islam hadir karena penyebaran yang berasal dari Ternate. Jaffaar (2006) menuliskan, Islam adalah salah satu faktor ikatan integrasi, oleh karena itu daerah-daerah yang telah menerima Islam, seperti Hoamoal (Seram Barat), Saparua, Haruku dan sebagainya, menempatkan dirinya sebagai daerah kekuasaan, bagian dari kesultanan Ternate (Jaffaar, 2006:55). Dapat disimpulkan kehadiran Islam di beberapa daerah di bagian selatan Kepualuan Maluku atau daerah Propinsi Maluku tak dapat dilepaskan dari gerakan Islamisasi dan ekspansi kekuasaan oleh Kesultanan Ternate.  Meski demikian, Islam terbukti telah menjadi salah satu faktor ikatan integrasi, oleh karena itu daerah-daerah yang telah menerima Islam, menempatkan dirinya sebagai daerah kekuasaan, bagian dari kesultanan Ternate.
Islam, sebagai agama maupun kultur merupakan media ikatan integrasi, terbukti telah menyatukan berbagai negeri dalam satu ikatan kekuasaan politik dan kultural. Sebagaimana yang dijelaskan di atas, wilayah-wilayah yang menerima Islam, secara otomatis juga mengakui kekuasaan kerajaan besar penyebar Islam. Daerah-daerah di wilayah bagian selatan Kepulauan Maluku baik sebagai kerajaan maupun negeri menyatakan menerima Islam sekaligus menempatkan dirinya sebagai daerah kekuasaan bagian dari kekuasaan Kerajaan Ternate ataupun Tidore. Dapat dijelaskan pula, daerah-daerah Islam di bawah kekuasaan kerajaan Hitu di Pulau Ambon, merupakan negeri-negeri Islam yang memiliki pemerintahan adat sendiri, namun mengakui Hitu sebagai kerajaan Islam yang merupakan induk dari wilayah Islam lainnya di jazirah Leihitu Pulau Ambon, bahkan pengaruhnya kemungkinan juga menyebar ke wilayah pulau-pulau lainnya.
Di Hitu, terdapat peninggalan mesjid Kuno yang tinggal puing-puing pondasi saja, dinamakan mesjid Tujuh Pangkat. Menurut Hikayat Tanah Hitu penamaan masjid tujuh pangkat diberikan oleh Empat Perdana Hitu berdasarkan tujuh negeri yang menjadi wilayah Hitu pada masa itu. Penyebutan mesjid Tujuh Pangkat ini juga secara arkeologis dibuktikan dengan tujuh susunan batu yang sisa-sisanya masih ada. Di Pulau Haruku, terdapat persekutuan 5 (lima) negeri atau desa Islam yakni Negeri Pelauw, Kailolo, Kabauw, Hulaliu dan Rohomoni yang disebut sebagai Amarima Hatuhaha, masing-masing juga memiliki pemerintahan otonom, namun menyatukan diri dalam persekutuan negeri-negeri Islam yang disebut Amarima Hatuhaha yang berpusat di desa Rohomoni. Dari kelima negeri itu, hanya Hulaliu yang saat ini merupakan desa Kristen. Hal ini merupakan salah satu pengaruh dari hegemoni Kolonial yang snagta kuat baik secara politik maupun kultur. Bukti arkeologis menyatunya kekerabatan Amarima Hatuhaha ini yakni dengan dibangunnya masjid kuno yang dinamai Masjid Uli Hatuhaha. Demikian juga di Kepuluan Gorom, sebagai wilayah penyebaran Islam yang berasal dari Kerajaan Tidore. Di wilayah ini terdapat 3 (tiga) negeri atau kerajaan kecil yang berpemertintahan otonom namun menyatakan diri sebagai wilayah dari persekutuan 3 (tiga) wilayah negeri sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan yakni Negeri Kataloka, Ondor, dan Amar Sekaru yang merupakan negeri-negeri adat bercorak Islam. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu, menerima Islam dan mengakui sebagai bagian dari kekuasaan Kerajaan Tidore. Demikian pula di Pulau Saparua, terdapat Kerajaan Islam Iha, yang juga merupakan gabungan negeri-negeri sebagai satu kesatuan politik dan budaya.
Dengan demikian, penerimaan keagamaan Islam secara resmi oleh pemerintah dalam hal ini kerajaan ataupun negeri telah menandai bersatunya beberapa pemerintahan otonom dalam persekutuan pemerintahan yang secara politis mengakui adanya satu wilayah tertentu sebagai induk atau pusat pemerintahan. Bukti-bukti arkeologi atau peninggalan budaya materi hingga saat ini masih dapat ditemukan dan dapat menjadi petunjuk paling berharga untuk melihat bagaimana identitas sosial masyarakat dalam dinamika keagamaan pada masa pengaruh Islam mulai masuk hingga masa terbentuknya kerajaan atau kesultanan dengan corak pemerintahan Islam. Sejurus dengan itu kemudian menjadi agama resmi kerajaan hingga menjadi anutan masyarakat hingga menjelang kolonial masuk, seterusnya pada masa hegemoni kolonial dan masa hengkangnya dari bumi Maluku.
Di wilayah Maluku bagian selatan, dapat disebutkan beberapa daerah yang pada masa lalu berdiri kerajaan Islam meskipun tidak berkembang menjadi daerah kesultanan seperti halnya di wilayah Maluku Utara. Saat ini merupakan desa-desa atau negeri -negeri bercorak Islam. Beberapa negeri itu dapat ditemui atau memperlihatkan beberapa corak keislaman yang berbeda. Beberapa tinggalan arkeologi yang dapat ditemui hingga sekarang juga dapat memberi gambaran, betapa budaya Islam dari awal hadirnya hingga perkembangannya saat ini sangat dinamis. Seperti yang telah dijelaskan di awal pula, kemungkinan dapat ditemui berbagai perbedaan karaktersitik Islam antara daerah-daerah perluasan kekuasaan dengan daerah-daerah pusat Islam yang dapat dianggap mewakili kemapanan Islam dalam hal kekuasaan, politis maupun secara kultural.
            Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat ditelusuri di wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan Maluku, kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan dan budaya Islam yang paling kuat dan paling mapan. Daerah ini selama ini memang dianggap sebagai wilayah kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno, timbangan zakat fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006; Sahusilawane 1996). Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini tidak ditemui bukti-bukti baik secara arkeologis maupun laku budaya hidup yang menunjukkan budaya Islam bercampur baur dengan budaya non Islami. Dengan kata lain, setidaknya budaya Islam yang berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini tidak menunjukkan perbedaan yang menyolok dengan daerah pusat penyebaran Islam lainnya. Laku budaya yang ada juga lazim ditemui di daerah lain, misalnya tradisi berziarah ke makam para Raja Hitu, merupakan kegiatan yang lazim sebagaimana daerah lainnya seperti tradisi ziarah ke makam para wali di Jawa. Selain itu di desa Kaitetu, yang pada masa kerajaan merupakan salah satu daerah kekuasaaan Hitu, sampai sekarang masih berdiri kokoh Masjid Tua Keitetu yang konon dibangun pada tahun 1414 M. Selain itu juga tersimpan naskah alquran kuno, kitab barjanzi, naskah penanggalan kuno dan sebagainya. Bukti-bukti arkeologis ini menunjukkan kemapanan Islam di wilayah tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran Islam di wilayah ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti dalam hal dakwah. Di wilayah Kerajaan Hitu misalnya, sangat mungkin naskah alquran kuno merupakan bukti atau untuk media sosialisasi Islam (Handoko, 2006), begitu juga kitab barzanji, naskah hukum Islam dan penanggalan Islam kuno. Data arkeologi ini dapat mewakili gambaran kebudayaan Islam di wilayah pusat-pusat peradaban Islam yang mapan keIslamannya, seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang diwakili terutama kerajaan Islam Ternate dan Tidore.

Ma’atenu, Perang Kapitan di Negeri Matasiri



 

KAMIS 15 JUNI 2006, suasana riuh sejak pagi hingga hari menjelang malam membahana di seantero Negeri (desa) Pelauw Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah. Ribuan pria, mulai dari anak-anak hingga dewasa keluar rumah membawa parang (pedang) maupun senjata tajam lainnya seperto pisau, golok, maupun silet. Mengenakan pakaian perang putih-putih dan berikat kepala putih, mereka seakan bersiap melakukan sebuah peperangan besar.

Dengan parang terhunus dan tanpa rasa takut sedikit pun, mereka memotong-motong anggota tubuhnya sendiri seperti menggorok leher, menyayat lidah, telinga, ataupun memotong dan menikam perut serta dada. Selain melakukannya sendiri, mereka juga ditebas dengan parang oleh warga lainnya secara silih berganti.

Peristiwa ini adalah suasana ritual adat ma’atenu atau cakalele, sebuah upacara adat berupa tarian perang yang menggambarkan kisah perjuangan penuh keperkasaan melawan kezaliman. Para lelaki yang ikut ritual ma’atenu digambarkan sebagai sosok para pejuang yang sedang bersiap untuk berperang.

Pelauw, tempat dilaksanakan ritual adat ma’atenu adalah negeri adat yang terletak pada kawasan pelataran adat Jazirah Hatuhaha di Pulau Haruku, disebut juga Negeri Matasiri. Dalam struktur tata pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah, negeri berpenduduk 11.320 jiwa (data sensus 2002) ini merupakan ibukota kecamatan di pulau seluas 150 km² tersebut.

Menjelang ritual Ma’atenu dilaksanakan, cuaca mendung disertai hujan lebat terus mengguyur Pelauw sejak tiga minggu terakhir. Kondisi alam tidak menghalangi masyarakat untuk merayakan ritual adat yang dilakukan setiap tiga tahun sekali ini.

Sehari sebelum ma’atenu berlangsung, mulai dari pagi hari, ruas jalan-jalan di Pelauw disesaki warga. Beberapa diantaranya bahkan sudah melakukan cakalele dengan menggunakan sejumlah senjata tajam seperti parang, pisau karter, pisau daging, celurit, silet, hingga pecahan botol kaca.

Salah satu atraksi yang mambuat bulu kuduk berdiri ketika Muzakir Latupono, seorang pemuda Pelauw merebahkan Hamdani Latuamury, bocah berusia empat tahun di tengah jalan beraspal. Tanpa segan dan takut melukai bocah tersebut, Muzakir menyayat dan memotong-motong tubuh bocah kecil itu yang tak lain adalah keponakannya sendiri. Si bocah hanya diam seakan menikmati atraksi pamannya. Puluhan warga lain yang melihat aksi ini terlihat gemetaran dan histeris.

Setelah terus dipretelin dengan berbagai senjata tajam, bocah kecil itu lalu berdiri dan dengan sendiri mengiris-iris perutnya dengan dua buah pisau kater tajam yang diberikan pamannya. Sementara leher si bocah terus menjadi sasaran Muzakir memainkan parang, silet, dan celurit tajam, secara bergantian. Anehnya, tidak ada sedikitpun luka pada tubuh si bocah. Beberapa meter dari tempat itu, sejumlah pemuda dengan parang juga memainkan atraksi yang sama. Peristiwa ini terus berlangsung hingga hari memasuki malam.

Sebulan sebelum ma’atenu berlangsung, pemuka adat dan agama di Pelauw sudah menyiapkan upacara adat tersebut dengan memanjatkan doa di mesjid kepada sang khalik dan para upu (leluhur). Selama masa itu, kaum pria Pelauw sudah bersiap-siap mengasah parang dan menyiapkan pakaian perangnya. Setiap pria yang memasuki negeri Pelauw diwajibkan memakai tutup kepala.

Kaum pria yang mengikuti ritual ini jauh-jauh hari telah mempersiapkan diri dengan membersihkan jiwa dari segala kesalahan dan dosa yang dilakukan terutama kepada keluarga. “Kami saling minta maaf satu sama lain dalam keluarga,” kata Isyan Tuaskial (33), salah satu warga Pelauw.

Pemuda Pelauw Rusman Angkotasan (30) mengatakan, semua pria yang telah akil baliq dan merupakan anak cucu Pelauw bisa mengikuti ritual ma’atenu tanpa syarat yang berat. Cukup bermodal keberanian, keyakinan akan kekuatan yang sudah ada dalam darahnya, serta mendapat restu orang tua, tubuhnya pasti kebal saat mengikuti ma’atenu.

Ma’atenu di Pelauw adalah warisan budaya masa lampau yang mengedepankan nilai-nilai Islam. Bagi sebagian warga Pelauw, mereka meyakini bahwa tradisi yang sudah berlangsung ratusan tahun itu adalah wujud dari jiwa keberanian Syaidina Ali, sahabat dan anak mantu Rasulullah yang terkenal pemberani di medan perang.

“Ma’atenu menunjukkan masyarakat Pelauw mewariskan nilai-nilai Syaidina Ali yang terkenal berani dalam medan perang dengan pedangnya,” ujar Rusman.

Saat ritual ma’atenu dilakukan, pukul 06.30 Wit, kaum pria dari rumahnya pergi menuju rumah soa (marga) atau rumah pusaka. Dalam perjalanan, umumnya mereka berada dalam kondisi trans (ka’a atau dikenal dengan sebutan kapitan) sambil memperlihatkan kekebalan dan ketahanan tubuh menghadapi senjata tajam lewat atraksi cakalele.

Ka’a adalah kondisi raga yang kebal dari berbagai jenis senjata tajam. Syarat melakukan ritual ini, senjata tajam yang digunakan haruslah setajam mungkin, karena jika tidak justru membuat badan menjadi sakit. Uniknya, tubuh mereka yang dipotong tidak meninggalkan luka. Kalaupun ada hanya berupa garisan bekas sayatan benda tajam.

Dari rumah soa, para pria yang sudah digunduli kepalanya itu berziarah ke makam para leluhur yang oleh warga setempat disebut Keramat. Prosesi pelaksanaannya terbagi dalam tiga kelompok besar yang menghimpun 13 soa di negeri Pelauw. Tiga kelompok ini pergi menuju tiga jurusan yang terdapat Keramat yakni makam para upu yang diyakini sebagai Wali Allah, yakni orang-orang suci yang menyiarkan agama Islam.

Jurusan pertama dikenal dengan Keramat Matasiri atau Latu Rima terdiri atas soa Sahubawa, Talaohu, Latuconsina, Latupono, dan Latuamury. Jurusan kedua yakni Keramat Waelurui terdiri atas soa Salampessy, Tuakia, Tualepe, Angkotasan, dan Tuankotta. Sedangkan jurusan ketiga Keramat Hunimoki atau Waelapia terdiri dari soa Tualeka, Tuahena, dan Tuasikal.

Dalam pelaksanaan ritual adat penuh magis ini, bukan saja kaum pria dari Pelauw, sejumlah pemuda dari negeri tetangga khususnya negeri-negeri adat Hatuhaha seperti Rohomoni dan Kabauw juga ikut ambil bagian. Hadirnya para pemuda dari negeri tetangga ini karena berdasarkan sejarah, moyang-moyang di Hatuhaha bersaudara dan mendirikan kampung secara terpisah yakni Pelauw, Kailolo, Kabauw, dan Rohomoni. Satu negeri lainnya yakni Ulaliuw juga adalah saudara empat negeri ini namun beralih agama dari Islam ke Kristen saat masa penjajahan Belanda.

Sesampainya di Keramat, tetua adat memberi sesembahan berupa pinang, daun sirih, dan kapur. Setelah sesembahan diletakan ditempatnya, tetua adat membakar damar dan berdoa kepada leluhur. Terdengar sesekali para kapitan meneriakan shalawat nabi. Sebelum kembali lagi ke kampung, para pemuda memakan perbekalan yang dibawa dan dimandikan oleh para kapitan di sungai. Dalam perjalanan pulang, seluruh peserta ma’atenu mempertontonkan kebolehannya membacok anggota tubuhnya di sepanjang perjalanan.

Untuk sampai ke Keramat, peserta ma’atenu harus menempuh perjalanan dengan jalan kaki untuk pergi dan pulangnya. Keramat terjauh adalah Keramat Waelurui berjarak sekitar sembilan kilometer dan terdekat adalah Keramat Waelapia sekitar lima kilometer.

Setelah semua prosesi adat dijalankan di Keramat, sekitar pukul 15.00 Wit, kelompok Matasiri yang mengambil rute dari arah barat muncul di halaman mesjid dengan tabuhan genderang perang membuat suasana menjadi panas. Selang 30 menit kemudian, kelompok Waelurui dari arah timur muncul dengan genderang perang yang tidak kalah ramai. Hiruk-pikuk ini membuat warga Pelauw yang menonton baik pria maupun wanita ikut histeris.

Kelompok Waelapia muncul terakhir dari arah timur membuat suasana bertambah panas dan merinding. Peragaan cakalele ini akhirnya berakhir di pelataran mesjid. Untuk menghilangkan pengaruh kapitan yang masih melekat atau membekas, ibu-ibu dari masing-masing soa menyarungkan kain ma’alahe ke leher masing-masing pria yang ikut ma’atenu.

Sekretaris Negeri Pelauw Awaludin Angkotasan (66), mengatakan, tidak selamanya peserta ma’atenu kebal terhadap senjata tajam. Ada pantangan atau larangan tertentu yang tidak boleh dilanggar. Awaludin bahkan punya pengalaman sendiri ketika terluka saat mengikuti ma’atenu.

Saat itu dia berusia 13 tahun. Bersama sembilan rekannya, sesampai di Keramat mereka ditugaskan menjaga bekal makanan pasukan ma’atenu. Karena lapar, dia bersama kesembilan rekannya itu memakan bekal pasukan tanpa seijin kapitan. Saat kapitan datang dan mendapati mereka sudah makan lalu mengatakan “Kalian jangan cakalele saat pulang dari Keramat sampai ke kampung,” katanya menirukan larangan kapitan saat itu.

Karena tidak patuh, dia dan kesembilan rekannya terluka. “Para pejuang ma’atenu bisa terluka jika ada kesalahan, misalnya tidak ada ijin dari orang tua atau ada petunjuk tapi dilanggar. Setiap pelaksanaan ma’atenu pasti ada yang luka tapi jumlahnya sangat sedikit, itupun tidak sampai meninggal,” kata Awaludin sambil memperlihatkan bekas luka di perutnya.

Ritual ma’atenu sudah menjadi semacam keharusan bagi setiap laki-laki Pelauw. Hal itu penting untuk mengasah kelaki-lakian mereka menjadi seorang pemberani dan tidak kenal menyerah dalam setiap medan juang, selain mewarisi tradisi para leluhur yang telah berlangsung sejak awal abad ke-13 itu.

Asal Usul Gandong (PELA) & Tonggak Sejarah Terbentuknya Pela Beinussa Amalatu – Hatuhaha Amarima

Asal usul gandong (Pela) yang ditulis sesuai aslinya yang ada di negeri Hulaliu.

Tonggak Sejarah Terbentuknya Pela Beinussa Amalatu – Hatuhaha Amarima
Tonggak sejarah yang menandai hubungan pela antara kedua masyarakat, adalah Perang Alaka (Sebagian menyebutnya sebagai Perang Hatuhaha Pertama) yang terdjadi pada tahun 1571 antara Hatuhaha dengan Portugis. Dan Perang Hatuhaha ke-dua yang terdjadi pada tahun 1637 antara Hatuhaha dengan Belanda. Dalam Perang Hatuhaha Pertama, Tuhaha mengirim kan bala bantuan malesi-malesi yang di ambil dari sembilan soa, yang dipimpim oleh Kapitan Aipassa, Patilapa dan Soumaha. Peperangan terjadi di daerah-daerah Kabau, Kailolo, Rohomoni dan jalan-jalan menuju Alaka. Setelah peperangan selesai, diadakan konsolidasi oleh kapitan-kapitan Tuhaha. Hasilnya bahwa malesi-malesi yang mewakili Soa Sopake dan Amahutai dinyatakan tewas seluruhnya dalam pertempuran tersebut. Tercatat marga-marga yang gugur dalam pertempuran tersebut, antara lain Sipalasi, Tulhandatul, Nustan, Matahelemual, Mataheloya, Makitabessy, Pakalesja, Latuhenakawan, Tomulya, Tehupatawa, Halatua, Nanuasa, Tehunawan, Peilekenon, Kisaulija dan Onasaa, bersama marga lainnya yang tidak dijelaskan sampai hari ini. Semua malesi dari Tuhaha dikuburkan pada suatu tempat khusus yang bernama Ama Hatuhaha Tuhaha di Alaka.
Dengan peristiwa itu, maka pada tahun 1571 Hatuhaha Amarima mengankat sumpah dengan Tuhaha sebagai Orang bersaudara, yang kemudian diabadikan sebagai Pela Darah atau Bata Karang. Setengah abad lebih kemudian, tepatnya pada tanggal 5 maret 1637, pecah Perang Hatuhaha Kedua yaitu perang antara Kerajaan Hatuhaha dengan Belanda.
Disebutkan, perang ini dilakukan oleh Belanda melalui empat tahapan penting hingga akhirnya mencapai jantung pusat pertahanan Hatuhaha di Alaka.
Pertama, pihak Belanda dipimpin olhe Caan dan Deutekon mendarat di Kabau dengan menggunakan delapan kora-kora. Pertempuran ini terjadi hanya di sekitar Pantai Kabau, dan berhasil menduduki daerah Kabau.
Kedua, melakukan penyerangan ke Kialolo dengan mengerahkan 1016 prajurit yang terbagi kedalam tiga kelompok yang dipimpin olhe Major Piere du Cams.Mereka menyusuri gunung-gunung terjal dan batu-batu karang yang tajam. Belanda akhirnya menduduki markas-markas pertahanan yang dibangun di Kailolo. Disebutkan, dalam pertempuran ini banyak rakyat Kailolo yang mendjadi korban. Rumah-rumah dibakar, dan benteng-benteng yang terbuat dari batu, habis dihancurkan.
Ketiga, melalukan penyarangan ke pusat Kerajaan Hatuhaha. Dalam penyarangan ini, Kerajaan Hatuhaha membangun pertahanan di lereng-lereng bukit. Mereka menggulingkan batu dan melempar Tentara Belanda dengan abu, sehingga jatuh korban di pihak musuh.
Dan keempat, Belanda menyerang dengan mendatangkan pasukan panah Alifuru sebanyak 385 orang yang dipimpin oleh Kapitan Sahulau, Sumeit dan Sisilulu.
Sedangkan pimpinan Kerajaan Hatuhaha adalah Kapitan Rambatu, Kapitan Ririasa dan Kapitan Tihulae. Dalam peperangan inilah Kerajaan Hatuhaha adalah mendapatkan bantuan dari Tuhaha sebagai tanda dari solidaritas pela. Pada tahun1638 Latu Ulisiwa Kapitan Aipassa mengirimkan bantuan malesi-malesi yang diambil dari tujuh soa yang ada di Tuhaha, dan dipimpin oleh Kapitan Sasabone, Kapitan Pattipeiluhu dan Kapitan Polattu. Namun, nasib tak beruntung dialami oleh pasukan Kapitan Pattipeiluhu. 30 anak buahnya gugur di medan perang sebagai bunga bangsa yang menghiasi Tanah Alaka hingga saat ini. Kapitan Pattipeiluhu ditangkap oleh Belanda dan diikat lalu dikurung dalam kurungan besi. Mendengar kabar kekalahan Kapitan Pattipeiluhu di Alaka, Kapitan Aipassa memutuskan untuk berangkat ke Alaka, dan memimpin peperangan bersama Kapitan Hatuhaha.
Setelah berjuang gigih menghadapi musuh, akhirnya Kapitan Pattipeiluhu dapat dibebaskan sehingga peperangan dilanjutkan dengan kepemimpinan trio Kapitan Hatuhaha, Kapitan Aipassa dan Kapitan Pattipeiluhu. Dengan kepemimipinan trio kapitan ini, pihak Belanda kemalangan akibat kocar-kacirnya pertahanan mereka. Disebutkan Belanda dapat dikalahkan, walaupun harus dibayar dengan gugurnya Kapitan Rambatu dan beberapa orang yang terlibat dalam peperangan tersebut. Dan rakyat Hatuhaha dapat menikmati kebebasan.
Demikianlah, peperangan ini kemudian semakin menambah eratnya hubungan Pela antara Tuhaha dan Amarima Hatuhaha. Perasaan senasib seperjuangan telah mengantarkan masyarakat dari kedua pulau yang dipisahkan oleh lautan itu, menjalin hubungan keakraban satu sama lain !

Kamis, 24 Januari 2013

BETAPA PENTINGNYA ILMU MATERIAL

Posting saya kali ini mengenai teknik material yang sebagian besar orang mungkin tidak tahu.
awal mula saya memilih material antara ragu dan yakin masuk ke jurusan yang baru saya kenal ini.
Saya kenal jurusan ini ketika salah seorang dosen material sedang menjelaskan masalah prodi tersebut pada suaktu kesempatan dan hal itu membuat saya sukses bingung memilih jurusan antara teknik perminyakan ITB atau teknik material ITS nya,,,
Namun mungkin takdir sudah ditentukan Allah, saya tidak masuk di teknik perminyakan melainkan di material.
Kini setelah satu semester lebih merasakan iklim belajar di Teknik Material, saya merasa sebagai salah satu orang yang paling beruntung. Mengapa? Karena saya telah ditempatkan di jalur yang cukup potensial dan cocok dengan potensi dan kompetensi yang saya miliki. Kemampuan menganalisis suatu hasil pengamatan fisik dan menuangkannya dalam bentuk kuantitatif sangatlah diperlukan oleh seorang mahasiswa Teknik Material. Maka tak pelak lagi, ilmu-ilmu semacam kalkulus, kimia dan fisika haruslah dikuasai dengan baik.
Dalam kesempatan kali ini saya ingin menulis tentang beberapa hal yang menjadi bahasan di Teknik Material, tentunya hanya bersifat pengenalan dan aplikatif. Hal ini dikarenakan saya melihat kebutaan masyarakat kita akan Teknik Material, baik itu dari bahan kajiannya, istilah-istilah umum, hingga prospek kerja dan peranannya di dunia industri.
bismillah.....

BAB I : SIFAT-SIFAT MATERIAL
Dalam sebuah pemilihan material yang cocok maka diperlukan pengetahuan akan sifat dari material tersebut. Walaupun memang sudah ada standar baku yang mengatur akan kandungan bahan-bahan pembentuk yang akan membangun sifat material, namun keahlian untuk menentukan berdasarkan metode-metode pengujian material sangatlah penting bagi seorang material engineer.
Sifat-sifat (Properties) material yang dimaksud adalah :
  1. Sifat Mekanis
  2. Sifat Elektris
  3. Sifat Elektrokimia
  4. Sifat Magnetik
  5. Sifat Termal
  6. Sifat Enegetika
  7. Storage / Memory
Bila kita lihat kembali, maka sifat no.6 dan no.7 adalah masalah baru dalam dunia material. Dalam arti, masalah tersebut muncul akibat perkembangan teknologi yang baru terasa dampak besarnya akhir-akhir ini. Terlebih pada hal Storage / Memory dari suatu material, dimana dalam hal ini akan dibahas akan kemampuan dari suatu material untuk menyimpan data.
Aplikasi dalam hal Storage / Memory dari suatu material salah satunya adalah flashdisk, yang dimana saat ini dituntut agar bisa menyimpan data yang lebih besar dan besar lagi. Maka dari itu, diperlukanlah suatu material yang mampu menyimpan data berukuran besar di dalam volume yang seminimal mungkin.
Yang akan banyak dibahas di sini adalah tentang mechanical properties dari suatu material, maklum saja sebab penulis adalah mahasiswa baru material yang memang belum berkompeten untuk menjelaskan lebih banyak.

BAB II : SIFAT MEKANIK MATERIAL

Agaknya menyedihkan juga bagi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia yang kurang mengenalkan istilah-istilah dunia material. Sebagai contohnya adalah masih simpang-siurnya jawaban tentang apa itu kekuatan, kekerasan, keuletan, getas, dan ketangguhan dari suatu material.
Kekuatan adalah kemampuan suatu material dalam menerima beban, semakin besar beban yang mampu diterima oleh material maka benda tersebut dapat dikatakan memiliki kekuatan yang tinggi. Dalam kurva stress-strain kekuatan (strength) dapat dilihat dari sumbu-y (stress), semakin tinggi nilai stress-nya maka material tersebut lebih kuat. Untuk memperjelas, silakan lihat kurva stress vs strain (tegangan vs regangan) berikut :
Kurva yang diberi label strongest (terkuat) digambarkan sebagai kurva yang memiliki nilai sb-y tertinggi. Kemudian kurva yang diberi label Toughest adalah kurva yang memiliki nilai ketangguhan tertinggi. Ketangguhan suatu material dapat dilihat dari luas daerah sibawah kurva stress-strain nya. Semakin besar luas daerah di bawah kurva, maka material tersebut dikatakan semakin tangguh. Lalu untuk keuletan material digambarkan dari kurva yang diberi label most ductile. Keuletan menggambarkan bahwa material tersebut sulit untuk mengalami patah (fracture) yang dalam kurva dapat dilihat sebagai kurva yang memiliki nilai sumbu-x (strain / regangan) tertinggi.
Ada beberapa lagi sifat mekanik material diantaranya kekerasan dan getas. Kekerasan dapat diartikan ketahan suatu material terhadap deformasi lokal, misalkan ketahanan terhadap goresan. Bila suatu material digores maka yang akan menerima beban adalah bagian permukaannya saja bukan keseluruhannya, itulah mengapa goresan dikatakan hanya menghasilkan deformasi lokal. Selanjutnya sifat getas dari suatu material dapat diartikan ketidakmapuan suatu material untuk berdeformasi plastis. Material yang getas berarti bila diberi suatu beban dia hanya akan berdeformasi elastis, dan selanjutnya akan mengalami patah (fracture).
Mengetahui tentang sifat mekanik suatu material sangatlah penting terutama dalam pemilihan material yang akan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan kita disuruh memilih jenis baja yang akan digunakan untuk membuat jembatan, maka hal terpenting yang harus kita perhatikan adalah bahan yang kita pilih haruslah kuat, dalam arti dia tidak akan mudah mengalami deformasi plastis. Bayangkan saja bagaimana bila kita salah memilih bahan, tentunya nanti jembatan yang kita buat akan memiliki lintasan melengkung seperti lintasan skateboard, tentunya hal ini bukanlah hal yang lucu.

BAB III : PERUBAHAN FASA DALAM CAMPURAN LOGAM

Kita sedikit saja membahas tentang ini, sebab sampai saat tulisan ini dibuat, penulis masih menyelesaikan kuliah tentang bab ini.
Bila dua atau lebih logam dicampur dengan komposisi masing-masing tertentu maka akan menghasilkan berbagai fasa yang tentunya setiap fasa akan memiliki sifat yang berbeda dari fasa yang lainnya. Terbentuknya berbagai jenis fasa ini selain dipengaruhi oleh komposisinya, juga dipengaruhi oleh suhu. Untuk lebih jelasnya silakan lihat diagram fasa berikut :
α menggambarkan sifat dari logam A yang didalamnya terlarut logam B, dan β menggambarkan sifat logam B yang didalamnya terlarut logam A. Liquid berarti menggambarkan fasa yang terbentuk berupa cairan, dan fasa α + β menggambarkan fasa padat yang didalamnya terdiri dari logam A dan logam B dalam berbagai komposisi.
Yang cukup menarik di sini adalah saat kita melihat titik eutektik diagram fasa di atas, dalam diagram di atas titik eutektik ditandai dengan X. Pada saat campuran berada di titik eutektik maka campuran ini akan mudah berubah dari fasa cair ke fasa gas dan juga sebaliknya bila kita merubah temperaturnya.
Contoh pengaplikasian dari materi ini adalah dalam pembuatan bahan CD atau DVD, yang dimana dalam proses pemasukan datanya diperlukan proses Burning, yaitu pemanasan/pembakaran dengan infra-merah. Tentunya bahan CD/DVD tersebut haruslah dibuat pada komposisi eutektiknya agar bila dipanaskan, dia akan berubah menjadi cairan dan data bisa dimasukkan, kemudian saat burning selesai akan berubah kembali menjadi padat dan data tak mudah hilang. Ini juga alasannya kenapa CD/DVD jangan sampai terkena sinar matahari langsung apalagi dalam waktu yang relatif lama.

BAB IV : KESIMPULAN

Saya sadar yang saya tampilkan di sini sangatlah sedikit dan tidak mewakili ilmu material itu seutuhnya, namun saya berharap dari sedikit pemaparan ini para pembaca nantinya minimal mengenal apa itu Teknik Material, apa saja yang dipelajari di dalamnya, dan apa kontribusi ilmu material dalam kahidupan sehari-hari (aplikasi dan juga prospek).

PROSPEK

Dalam industri besi T.Material itu berperan sebagai “backbone” dalam industri besi dan baja, macam di PT Krakatau Steel dsb. Dalam industri2 lainnya seperti pertambangan, minyak, atau konstruksi bangunan T.Material berperan sebagai “supporting unit”. Yang paling sering perannya adalah di bidang pemilihan bahan dan maintenance. Contoh dari maintenance misalnya; perawatan pipa minyak agar tahan dari korosi, perkiraan waktu pakai maksimum suatu pipa atau bahan2 lainnya dan analisis kegagalan suatu bahan.
Contoh dari pemilahan bahan misalnya; penentuan jenis bahan pipa untuk distribusi minyak, dalam hal ini perlu dilihat dari segi efisiensi penggunaan material tersebut, seberapa mahal harganya, selama apa penggunaannya dan sekuat apa daya tahannya.
Lalu peluang lain yg bisa dilakukan oleh sarjana T.Material adalah menjadi konsultan dari perusahaan2 dalam menentukan jenis material. Memang dalam masalah minyak, sarjana perminyakan sedikit menguasai ttg ini, lalu sama halnya dengan masalah konsruksi yg berkaitan dg sipil. Tapi, T.Material saat ini sudah mendapat kepercayaan lebih dari banyak perusahaan dalam hal konsultasi masalah pemilahan material.
Jadi peluang T.Material begitu besar baik itu di perusahaan internasional maupun nasional, bahkan bila anda mau berwirausaha-pun.
Terima kasih telah membaca tulisan ini, bila anda menemukan suatu kesalahan silakan langsung beritahu saja malalui komentar. Bagi anda yang ingin bertanya tentang dunia material pun silakan tulis saja, Insya Allah bila saya bisa, akan saya jawab. Dan bila pertanyaan itu sudah terlalu jauh dari kapabilitas saya maka saya akan berusaha bertanya pada orang yang tepat.
Semoga postingan ini bermanfaat bagi teman teman

ENGINEERING IS NOTHING WITHOUT MATERIAL

PEMILIHAN VALVE ( TEKNIK SIPIL )


Berbagai valve yang sering dgunakan adalah:
a. Ball Valve
Secara umum ball valve dipakai untuk keperluan on/off. Ball valve tidak boleh digunakan untuk keperluan regulasi/throttling. Ball valve yang mengalirkan fluida/hidrokarbon yang mudah terbakar harus berupa “Fire Safe Design” sesuai dengan API 6FA (trunion) atau API 607 (floating).
b. Butterfly Valve
Butterfly valve tidak boleh digunakan pada produk hidrokarbon dan hanya digunakan untuk kelas di bawah ANSI 150, kecuali kondisi penutupan yang sempurna tidak diperlukan.
c. Check Valve
Check valve tidak boleh dipasang pada aliran turun vertikal. Pada aliran yang pulsatif , check valve jenis piston sebaiknya digunakan. Pada masa sekarang, check valve jenis wafer semakin banyak digunakan mengingat dimensinya yang kecil, dan ringan dibandingkan jenis swing.
d. Gate Valve
Gate Valve umumnya dipakai untuk aplikasi on/off atau untuk keperluan isolasi, small drain, dan venting. Gate valve tidak direkomendasikan untuk digunakan pada aplikasi regulasi/throttling.
e. Globe Valve
Globe Valve umumnya digunakan untuk aplikasi throttling/ regulasi, by-pass control valve, drain line, atau sample connections. Globe valve dengan ukuran lebih besar dari 6” sebaiknya tidak dipakai, kecuali untuk kondisi tertentu yang spesial.

f. FITTINGS

Fittings diperlukan untuk mengubah arah baik 450 maupun 900, dan melakukan percabangan, maupun merubah diameter aliran. Ada beberapa cara penyambungan fittings, yaitu:
a. Butt-weld (BW)
Digunakan pada secara luas untuk proses, keperluan umum, dsb. Cocok untuk pipa dan fitting berukuran besar (2” dan lebih besar), dengan reliabilitas yang tinggi (leak-proof). Prosedur fabrikasinya adalah dengan menyatukan masing-masing ujung sambungan (bevel), diluruskan (align), tack-weld, lalu las kontinu. Beberapa contoh fitting yang menggunakan BW antara lain:
  • BW Tee, dipakai untuk membuat percabangan 900 dari pipa utama. Cabang dapat berukuran lebih kecil (reduced tee) atau sama dengan pipa utama (equal tee)
  • Stub-in digunakan untuk membuat cabang langsung ke pipa utama. Cabang berukuran lebih kecil.
  • Weldolet digunakan untuk membuat percabangan 900 pada pipa utama.
  • Elbolet digunakan untuk membuat percabangan tangensial pada suatu elbow.
  • Sweepolet digunakan untuk membuat percabangan 900. Umumnya dipakai pada pipa transmisi dan distribusi (pipe line system)
6

b. Socket-weld (SW)
SW digunakan untuk ukuran kecil (dibawah 2”). Ujung pipa dibuat rata, lalu didorong masuk ke dalam fitting, valve atau flange. Dibandingkan dengan BW, SW memiliki kelebihan dalam hal penyambungan dan pelurusan yang lebih mudah, terutama untuk ukuran kecil. Tetapi, adanya sisa jarak 1/16 in antara pertemuan ujung pipa dan fittings, valve, atau flange dapat menyebabkan kantung cairan. Penggunaan SW juga dilarang per ASME B31.1.0-1967 jika terdapat erosi atau korosi cresive.

Beberapa contoh SW fittings:
-  Ful-coupling untuk menyambung pipa ke pipa
-  Swage Nipples (Plain Both Ends/PBE) digunakan untuk menyambung SW item ke BW pipa atau fitting berukuran lebih besar
-  SW Elbow digunakan untuk menghasilkan perubahan arah 900 atau 450.
-  Nipolet digunakan untuk sambungan ke valve berukuran kecil.
-  SW Tee dipakai untuk membuat percabangan 900 dari pipa utama. Cabang dapat berukuran lebih kecil (reduced tee) atau sama dengan pipa utama (equal tee)
-  Sockolet digunakan untuk membuat percabangan 900 pada pipa utama.
-  SW elbowlet digunakan untuk membuat percabangan tangensial pada suatu elbow

7

c. Screwed
Seperti SW, screwed piping digunakan untuk pipa berukuran kecil. Umumnya tidak dipakai untuk proses, meskipun mungkin pressure-temperature ratingnya memenuhi. SW dan screwed fitting umumnya berkelas 2000, 3000, dan 6000 PSI.
d. Quick Connector and Couplings
Digunakan baik untuk koneksi permanen atau sementara, tergantung pada kondisi servis, dan jenis sambungan. Biasanya cocok dipakai pada saat perbaikan jalur, dan modifikasi proses.

g. CONTOH SPESIFIKASI PERPIPAAN

Diberikan contoh kondisi seperti berikut:


Fluida : Hidrokarbon (gas atau cair)
Corrosion Allowance : 1.5 mm
Tekanan (Ope/Des) : 50/150 psig
Suhu (Ope) : -500F (Des): -50/2000F

Buatlah suatu spesifikasi perpipaan yang memenuhi pemakaian dengan kondisi di atas.

a. Piping Material
Berdasarkan Tabel.1 kondisi suhu seperti di atas, dimana sistem perpipaan didisain untuk mampu menahan suhu terendah –500F, maka pipa LTCS A-333 Gr.6 dipilih karena paling memenuhi kondisi tersebut. Mengikuti jenis material tersebut, dipilih A420 WP L-6 fitting material, A-350 LF2 Flange, A320-L7 Bolts, dan A-194-4 Nuts.

b. Pressure Temperature Rating
Dari ASME B16.5 Tabel 1, material A350 LF-2 masuk kategori Group 1.1, seperti ditunjukkan pada Tabel.3 didapatkan nilai berikut:

Pressure (psig) 285 285 260 245
Temperature (0F) -50 +100 +200 +250

Dari nilai di atas, jelas bahwa tekanan operasi dan disain masih di dalam batas MAWP yaitu 285 psig pada –500F. Nilai ini akan kita ambil sebagai input tekanan pada perhitungan ketebalan pipa. Dalam hal ini kita menganut prinsip full rating.
c.  Perhitungan ketebalan pipa
Tabel dibawah ini mengetengahkan proses perhitungan ketebalan pipa. Patut dicatat bahwa untuk aplikasi hidrokarbon, screwed pipe fittings tidak dipakai. Lebih jauh lagi, pemilihan Sch.20 untuk NPS 8 – 24 inch mungkin dapat digantikan dengan Sch.40 atau STD yang lebih mudah ditemukan di pasaran.

hasil

Spesifikasi perpipaan yang diminta secara lengkap ditunjukkan pada lampiran 1.
pipa

h. REFERENSI

a.  ASME B16.5a-1998 Pipe Flange and Flanged Fittings
b.  ASME B31.3-2002 Process Piping
c.  ASME B36.10 Welded and Seamless Wrought Steel Pipe
d.  Escoe, Keith A., 1986, Mechanical Design of Process System, Gulf Publishing Company, Houston
e.  Kannappan, Sam., 1985, Introduction to Pipe Stress Analysis, John Wiley & Sons, Toronto.
f.  Kentish, D.N.W., 1982, Industrial Pipework, McGraw Hill, London
g.  Sherwood, David R., Whistance, Dennis J., 1976, The Piping Guide, Syentek Book Company Inc, San Fransisco
h.  Berbagai sumber.

Perjuangan Islam

Orang-orang yang berpendapat bahwa setiap prinsip manapun yang dikenal umat manusia dalam sejarahnya yang panjang, mungkin untuk berjuang menentang segala macam keaniayaan, sebagaimana perjuangan yang telah dilakukan Islam, atau dapat berdiri di samping orang-orang yang teraniaya semuanya sebagaimana yang telah dilakukan Islam, atau dapat berteriak di depan muka para tiran dan diktator-diktator yang sombong sebagaimana yang telah dilakukan oleh Islam, maka orang yang berpendapat begini amat tersalah, atau amat tergoda, atau amat tidak mengerti akan Islam.

Orang yang berpendapat bahwa mereka itu orang Islam, tetapi mereka tidak berjuang menentang keaniayaan dengan segala bentuknya, tidak mempertahankan orang-orang yang teraniaya dengan sebaik-baiknya dan tidak berteriak di depan muka para tiran dan diktator. Orang yang berpendapat seperti ini amat tersalah sekali, atau mereka itu amat munafik, atau amat tidak mengerti akan Islam.

Inti Islam itu adalah gerakan pembebasan. Mulai dari hati nurani setiap individu dan berakhir di samudera kelompok manusia. Islam tidak pernah menghidupkan sebuah hati, kemudian hati itu dibiarkannya menyerah tunduk kepada suatu kekuasaan di atas permukaan bumi, selain daripada kekuasaan Tuhan Yang Satu dan Maha Perkasa. Islam tidak pernah membangkitkan sebuah hati, lalu dibiarkannya hati itu sabar tidak bergerak dalam menghadapi keaniayaan dalam segala macam bentuknya, baik keaniayaan ini terjadi terhadap dirinya, atau terjadi terhadap sekelompok manusia di bagian dunia manapun, dan di bawah penguasa manapun juga.

Jika anda melihat keaniayaan terjadi, bila anda mendengar orang-orang yang teraniaya menjerit, lalu anda tidak menemui umat Islam ada di sana untuk menentang ketidakadilan itu, menghancurkan orang yang aniaya itu, maka Anda boleh langsung curiga apakah umat Islam itu ada atau tidak. Tidak mungkin hati-hati yang menyandang Islam sebagai aqidahnya, akan rela untuk menerima ketidakadilan sebagai sistemnya, atau rela dengan penjara sebagai hukumnya.

Masalahnya, Islam itu ada atau tidak ada. Kalau Islam itu ada maka ini berarti perjuangan yang tidak akan henti-hentinya, jihad yang tidak ada putus-putusnya, mencari syahid demi untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan persamaan. Kalau Islam tidak ada, maka di waktu itu yang terdengar adalah bisikan do’a-do’a, bunyi tasbih yang dipegang di tangan, jimat-jimat dengan do’a perlindungan, berserah diri dengan harapan langit akan menghujankan rezeki dan kebaikan ke atas bumi, menghujankan kemerdekaan dan keadilan. Langit tidak pernah menghujankan hal-hal seperti ini. Tuhan tidak akan menolong suatu kelompok manusia yang tidak mau menolong diri sendiri, orang yang tidak percaya kepada keluarganya sendiri, dan tidak menjalankan hukum Tuhan tentang jihad dan perjuangan:

“Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa, sampai bangsa itu mengubah nasibnya sendiri.” (QS. Ar-Rad [13] : 11)

Islam adalah aqidah revolusioner yang aktif. Artinya kalau ia menyentuh hati manusia dengan cara yang benar, maka dalam hati itu akan terjadi suatu revolusi: revolusi dalam konsepsi, revolusi dalam perasaan, revolusi dalam cara menjalani kehidupan, dan hubungan individu dan kelompok. Revolusi yang berdasarkan persamaan mutlak antara seluruh umat manusia. Seorang tidak lebih baik dari yang lainnya selain dengan taqwa. Berdasarkan kehormatan manusia, yang tidak meninggalkan seorang makhluk pun di atas dunia, tidak suatu kejadian pun, dan tidak suatu nilai pun. Revolusi itu berdasarkan keadilan mutlak, yang tidak dapat membiarkan ketidakadilan dari siapa pun juga, dan tidak dapat merelakan ketidakadilan terhadap siapa pun juga. Baru saja manusia merasakan kehangatan aqidah ini, ia akan maju ke depan untuk merealisasikannya dalam alam nyata dengan seluruh jiwanya. Ia tidak tahan untuk bersabar, untuk tinggal diam, untuk tenang-tenang saja, sampai ia benar-benar telah menyelesaikan realisasinya di alam nyata. Inilah pengertiannya bahwa Islam itu suatu aqidah revolusioner yang aktif-dinamis.

Orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh, kemudian mereka orang-orang yang berjuang untuk menegakkan kalimat Allah yang tinggi. Kalimat Allah di atas bumi ini tidak akan dapat tertegak, selain jika ketidakadilan dan keaniayaan telah dihilangkan darinya sampai seluruh manusia itu memperoleh persamaan seperti gigi sisir, di mana tidak ada salah seorang pun yang lebih dari orang lain selain karena ketaqwaan.

Orang-orang yang melihat ketidakadilan di sepanjang jalan, dan bertemu dengan kesewenang-wenangan di setiap saat, dan mereka tidak menggerakkan tangan maupun lidah, padahal mereka itu mampu untuk menggerakkan tangan dan lidah. Mereka ini adalah orang-orang yang hatinya tidak digugat oleh Islam. Jika hatinya tergugat oleh Islam tentulah mereka akan berubah menjadi para mujahidin yang berjuang mulai dari saat api yang suci itu menyentuh hati-hati yang rasional dan menyalakannya, dan mendorongnya dengan dorongan yang kuat ke medan perjuangan.

Seandainya jiwa nasionalisme mampu mendorong kita sekarang ini untuk berjuang menentang penjajahan yang dibenci itu, seandainya jiwa kemasyarakatan mampu mendorong kita hari ini untuk berjuang menentang kaum feudal yang tidak berbudi dan kapitalisme yang memeras, seandainya jiwa kebebasan individu mampu untuk mendorong kita sekarang ini untuk berjuang menentang diktator yang melampaui batas dan ketidakadilan yang congkak, maka jiwa Islam mengumpulkan penjajahan, feudalisme dan kediktatoran di bawah sebuah nama, yaitu: ketidakadilan. Jiwa Islam mendorong kita semua untuk memerangi segalanya itu, tanpa pikir-pikir dan tanpa ragu-ragu, tanpa pembicaraan lagi dan tanpa dibeda-bedakan lagi. Itulah salah satu ciri Islam yang besar di bidang perjuangan manusia untuk menegakkan kemerdekaan, keadilan dan kehormatan.

Seorang muslim yang telah merasakan jiwa Islam dengan hatinya, tidak mungkin akan memberikan pertolongan kepada pihak penjajah, atau memberikan bantuan kepada mereka, atau berdamai dengan mereka sehari pun, atau berhenti berjuang melawan mereka, baik secara sembunyi-sembunyi atau secara terang-terangan. Pertama-tama ia akan menjadi pengkhianat bagi agamanya, sebelum menjadi pengkhianat terhadap tanah airnya, terhadap bangsanya dan terhadap kehormatan dirinya. Setiap orang yang tidak merasakan adanya rasa permusuhan dan kebencian terhadap kaum penjajah dan tidak melakukan perjuangan menentang mereka sekuat tenaga, adalah pengkhianat. Lalu bagaimana dengan orang yang mengadakan perjanjian persahabatan dengan mereka? Bagaimana dengan orang yang mengadakan persekutuan abadi dengan mereka? Bagaimana dengan orang yang memberikan bantuan kepada mereka baik di zaman damai maupun di zaman perang? Bagaimana dengan orang yang membantu mereka dengan makanan sedangkan bangsanya sendiri kelaparan? Bagaimana dengan orang yang melindungi dan menutup-nutupi mereka?

Seorang muslim yang merasakan jiwa Islam dengan hatinya tidak mungkin akan membiarkan kaum feudal yang tidak bermoral dan kaum beruang yang menindas itu berada dalam keamanan dan ketenteraman. Ia akan memberitahukan perbuatan mereka yang tidak punya rasa malu. Ia akan menjelaskan kejelekan-kejelekan mereka. Ia akan berteriak di depan muka mereka yang tidak bermalu itu. Ia akan berjuang menentang mereka dengan tangan, dengan lidah dan dengan hati, dengan segala cara yang dapat dilakukannya. Setiap hari yang dilaluinya tanpa perjuangan, setiap saat yang dilaluinya tanpa pergelutan, dan setiap detik yang dilaluinya tanpa karya nyata, dianggapnya sebagai dosa yang menggoncang hati nuraninya, sebagai kesalahan yang membebani perasaannya, sebagai suatu perbuatan kriminil yang hanya dapat dihapuskan dengan perjuangan penuh dorongan, penuh kehangatan, penuh tolakan.

Setiap muslim yang merasakan Islam dengan hatinya tidak akan mungkin membiarkan diktator yang aniaya serta penguasa zalim yang tidak bermalu bergerak di atas permukaan bumi, menjadikan manusia budak beliannya, padahal tiap-tiap manusia dilahirkan oleh ibunya sebagai orang yang merdeka. Tetapi orang Islam itu akan maju ke depan dengan jiwa dan hartanya, untuk memperkenankan seruan Tuhannya yang menciptakannya dan memberi rezeki kepadanya:

“Kenapa kamu tidak berjuang di jalan Allah dan untuk kepentingan orang-orang yang tertindas, yang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak-anak kecil, yang berkata, ‘Wahai Tuhan Kami! Keluarkanlah kami dari negara yang penduduknya aniaya ini. Berikanlah kepada kami seorang penolong dari sisi-Mu. Berikanlah kepada kami seorang pembantu dan sisi-Mu’.” (QS. An-Nisa’ [4] : 75)

Jadilah seorang Islam. Ini telah cukup untuk mendorongmu berjuang menentang penjajahan dengan berani, mati-matian, penuh pengorbanan dan kepahlawanan. Kalau Anda tidak dapat melakukannya, cobalah periksa hatimu. Barangkali hati itu telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, alangkah sabarnya Anda, karena tidak berjuang menentang penjajahan.

Jadilah seorang Islam. Ini saja telah cukup untuk mendorong anda berjuang melawan segala bentuk ketidakadilan sosial, suatu perjuangan yang dilakukan dengan terus-terang, penuh semangat, penuh dorongan. Kalau Anda tidak melakukan hal ini, cobalah periksa hatimu. Mungkin hati itu telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, kenapa Anda menjadi demikian teganya untuk tidak berjuang melawan pencaplokan hak?

Jadilah seorang Islam. Ini saja telah cukup untuk mendorong maju ke depan, berjuang melawan ketidakadilan, dengan tekad yang teguh tanpa memperdulikan kekuatan-kekuatan lawan yang hanya berupa kekuatan lalat, tetapi oleh orang-orang lemah dikira merupakan halangan besar. Kalau Anda tidak melakukan hal ini, cobalah periksa hatimu, mungkin ia telah tertipu tentang hakekat imanmu. Kalau tidak begitu, kenapa Anda menjadi demikian sabarnya dan teganya untuk tidak berjuang menentang ketidakadilan?

Semua prinsip yang terdapat di atas dunia ini, semua jalan pemikiran yang terdapat di atas dunia ini, akan mengambil jalan yang berada-beda, masing-masingnya mencari bidangnya sendiri-sendiri, untuk merealisasikan keadilan, kebenaran dan kemerdekaan. Tetapi Islam berjuang di segala bidang itu. Ia mencakup seluruh gerakan pembebasan. Ia menggerakkan seluruh pejuang.

Kalau orang-orang yang mempunyai prinsip dan jalan pemikiran mendasarkan kekuatannya kepada kekuatan dunia yang cepat hilang, Islam mendasarkan kekuatannya kepada kekuatan azali dan abadi. Orang orang Islam melakukan perjuangan dengan hati yang penuh rindu untuk mencapai syahid di bumi, agar ia beroleh kehidupan di langit:

“Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang yang beriman, dengan janji bahwa mereka itu akan mendapat surga. Mereka berjuang di jalan Allah. Mereka membunuh dan terbunuh. Ini adalah suatu janji yang benar yang terdapat dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih memenuhi janji dari Allah?” (QS. At-Taubah [9] : 111)