Tampak
demikian jelas di depan mata kita, bagaimana perwajahan dunia sekarang.
Sebuah tatanan dunia yang jauh dari keadilan. Tatanan dunia ini
dipercaya sebuah keniscaan alami, seolah berjalan dengan sendirinya
mengikuti hukum seleksi alam, bahkan Herbert Spencer mempercayai
keyakinan bahwa pasar (market) merupakan seleksi alam yang paling beradab.
Sebuah
penipuan besar-besaran tampaknya sedang terjadi di seluruh dunia.
Demikian yang dikatakan oleh Revrison Basir (2005). Kapitalisme
Neoliberal merupakan bentuk metamorfosa baru dari sistem imperialisme
yang sebelumnya telah melakukan pemerasan di negara-negara dunia ketiga
melalui proses kolonialisme. Kapitalisme bekerja secara sistematis yang
dilakukan oleh kekuatan-kekuatan imperialis baik secara global maupun
domestik (kaum globalis). Kapitalisme global berhasil memperluas
jangkauan pasarnya dengan mengemas nama dan citra serta ikon baru
“Globalisasi”. Praktis hampir seluruh masyarakat dunia menyambutnya
dengan suka cita, tidak terkecuali para akademisi, politisi dan ekonom
kita yang mendapatkan pendidikan dari hasil keringat rakyat.
Pemerintahan/negara
di dunia ketiga, tak ketinggalan dengan issu ini. Pemerintahan sibuk
mempersiapkan perangkat-perangkat untuk menyongsong era ini. Khususnya
di Indonesia, pada era rezim Soeharto kita mengenal sistem pembangunan (develomentalism). Sistem
develomentalisme ini , merupan model kapitalisme di negara Asia Timur,
yang telah ditinggalkan menuju ke sistem baru dengan nama Globalisasi.
Proses transisis ini ditandai dengan penyusunan regulasi-regulasi dan
kebikajan penyesuaian terhadap mekanisme pasar. Proses selanjutnya
adalah terlibat aktif dalam globalisasi itu dengan berbekal perangkat
perundang-undangan, dengan demikian posisi negera kita saat ini adalah
berada dalam proses globalisasi, maka seluruh
tenaga pun mulai dari tingkat pusat hingga ke tingkat daerah-daerah
melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan keinginan pasar. Telah kita
saksikan langkah tersebut dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan
liberalisasi sektor-sektor pelayanan publik, privatisasi kekayaan,
ataupun swastanisasi BUMN.
Alhasil,
lembaga-lembaga pendidikan (khususnya pendidikan tinggi), pelayanan
kesehatan (rumah-rumah sakit) terjerumus kedalam logika untung-rugi,
tambang-tambang strategis nasional jatuh ke tangan asing, angka
kemiskinan yang mengerikan, ledakan pengangguran yang membludak, semakin
rendahnya tingkat pengetahuan/pendidikan masyarakat,
pengusuran-penggusuran, antrian pembelian BBM, kelaparan, dan berbagai
tindak kriminal yang memilukan akibat dari sebuah kebijakan negara yang
pro terhadap pasar.
Sekilas tetang Kapitalisme neoliberal
Jika
kita menelusuri lebih jauh, gagasan-gagasan pokok kapitalisme
neoliberal dapat dilacak dari akar-akar pemikiran tokoh-tokoh filsafat
Inggris, seperti Adam Smith (1723-1790) yang mempunyai gagasan tentang homo economicus,
bahwa masyarakat yang terdiri dari individu bertindak sesuai dengan
kepentingan ekonominya dan kegiatan ekonomi sama sekali terpisah dengan
politik, sehingga jika negara berperan dalam kegiatan ekonomi, maka akan
merusak mekanisme pasar. Pasar dengan sendirinya akan mengikuti hukum
permintaan dan penawaran yang disebut self regulation. David
Ricardo (1772-1823) yang berpandangan bahwa perdagangan bebas akan
sama-sama menguntungkan, sehingga setiap negara mengkhususkan diri untuk
memproduksi baran atau jasa tertentu, dan dapat memberi keuntungan
komparatif terhadap negara yang memproduksi barang dan jasa yang lain.
Ia menambahkan bahwa spesialisasi perdagangan akan tetap meningkat,
meskipun sebuah negara memiliki keuntungan yang lebih banyak ketika ia
dapat berproduksi barang yang beragam. Ini secara politis melahirkan
argumentasi yang kuat untuk membatasi peran negara dalam hal produksi
barang dan jasa yang beragam, meskipun negara itu mampu secara sumber
daya alam. Pandangan ketiga lahir dari pemikiran Herbert Spencer
(1820-1903) yang menguatkan teori seleksi alam ala Darwin. Ia mengatakan
bahwa ekonomi pasar merupakan bentuk paling beradab dari persaingan
antar manusia secara alami dan menempatkan posisi yang paling kuat
sebagai pemenang.
Noam Chomsky (1999) menjelaskan bahwa aturan dasar kaum neolibaral adalah liberalisasikan perdagangan dan finance,
biarkan pasar yang menentukan harga, akhiri inflasi, stabilitas ekonomi
makro, privatisasi, negara tidak boleh campur tangan dalam urusan
pasar. Lebih lanjut Mansour Fakih (2002), bahwa yang menjadi dasar dari
pendirian kapitalisme neoliberal adalah ditandai dengan karakter
kebijakan pasar yang mendorong perusahaan-perusahaan swasta dan pilihan
konsumen, penghargaan terhadap tanggungjawab personal dan inisiatif
kewiraswastaan, serta penyingkiran birokrat pemerintah. Paham inilah
yang dijajakan atau lebih tepatnya dipaksakan diberbagai negara-negara,
terutama di negara-negara dunia ketiga yang baru terlepas dari belenggu
imperialis-klonialis, yang di kenal dengan nama globalisasi.
Proyek
tata dunia globalisasi ini tidak terlepas dari sebuah pertemuan para
pembela ekonomi privat terutama dari wakil korporasi internasional yang
mengontrol perekonomian dunia dan pemilik kuasa informasi dalam rangka
pembentukan opini dunia yang dikenal dengan The Noeliberal Washington Consensus. Ada sepuluh ajaran yang dicetuskan dari pertemuan tersebut, yang mereka sebuat sebagai “reformasi”
yang pada dasarnya berpijak pada ketentuan yang telah mereka tetapkan
dan menjadi sebagai kebijakan pasar bebas. Ajaran Washington Consensus
adalah :
- Disiplin fiskal, yang intinya adalah memerangi defisit anggaran;
- Public expenditure atau anggaran pengeluaran untuk publik, kebijakan ini berupa memprioritaskan anggaran pemerintah melalui pemotongan segala subsidi;
- Pembaharuan pajak, berupa pemberian kelonggaran bagi pengusaha untuk kemudahan pembayaran pajak
- Liberalisasi keuangan, berupa kebijakan bunga bank yang ditentukan oleh mekanisme pasar;
- Nilai tukar uang yang kompetitif, berupa kebijakan untuk melepaskan nilai tukar uang tanpa kontrol pemerintah;
- Trade liberalisation barrier, kebijakan untuk menyingkirkan hal-hal yang dapat menggangu mekanisme pasar, berupa kebijakan menggati bentuk lisensi perdagangan dengan tarif dan pengurangan bea tarif;
- Foreign direct investment, berupa kebijakan untuk menghilangkan aturan pemerintah yang dapat menghalangi/menghambat masuknya modal asing;
- Privatisaasi, yaitu kebijakan memberikan semua pengelolaan perusahaan negara kepada pihak swasta;
- Deregulasi kompetisi;
- Intellectual Property Rights atau hak paten.
Di
Indonesia, secara gamblang kita saksikan penerapan pokok-pokok dari
kebijakan neoliberalisme ini dengan menjauhkan pemerintah dalam urusan
perburuhan, investasi, harga, penghentian subsidi, privatisasi BUMN,
menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada ahlinya (asing) bukan
kepada masyarakat adat. Nyatalah bahwa negeri kita telah berada pada
pusaran globalisasi yang meniscayakan pada penggunaan logika pasar.
Pembuatan regulasi berupa UU PMA, UU PSDA, UU BHP, dan beberapa regulasi
yang lain tujuannya hanya untuk mempermulus lajunya aliran keuntungan
dilarikan keluar negeri, bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Nyaris
semua sektor telah rasuki oleh tatanan ini, bahkan dalam ruang dan
kehidupan kita diwarnai dengan watak ataupun corak kapitalisme.
Kebudayaan yang juga dipaksakan untuk menjadi kebudayaan tunggal yang
harus mengikuti selera pasar, maka terciptalah kebudayaan populer (pop
culture) yang sifatnya serba instant, mudah, cepat, dangkal dan tentunya
di senangi banyak orang. Sadar atau tidak kebutuhan-kebutuhan dasar
kita pun dieksploitasi habis-habisan. Apa, dan bagaimana selera makan,
selera pakaian dan (mungkin?) bahkan cara berpikir kita juga telah
mengikuti kehendak pasar.
Lantas
adakah ruang yang masih tersisa? atau masih adakah harapan untuk sebuah
tatanan dunia yang lain? masih adakah gerakan yang dapat membendung
atau bahkan menolak tatanan dunia yang kapitalistik tersebut ??
Sosial Movement; dekonstruksi pemikiran dan gerakan (aksi) !;
sebuah harapan untuk tatanan dunia baru yang berkeadilan.
Ternyata
masih ada sekelompok kecil anak manusia yang berpikiran waras melihat
kondisi realitas. Masih ada yang berusaha memikirkan dan bertindak untuk
orang lain, masih ada sikap alturuistik yang ditunjukkan di antara
ruang-ruang kehidupan yang hingar-bingar dengan kehidupan materialistik.
Individu-individu yang tercerahkan atau kelompok-kelompok/masyarat,
merupakan ancaman paling potensial terhadap kelangsungan ideologi
kapitalistik.
Gerakan
sosial merupakan suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan
bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif.
Gerakan sosial ditempatkan sebagai politik perlawanan yang terjadi
ketika rakyat menggalang kekuatan untuk melawan para elite, pemegang
otoritas. Ketika perlawanan didukung oleh jaringan sosial yang kuat, dan
digaungkan oleh resonansi kultural dan simbol-simbol aksi, maka politik
perlawanan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan dengan pihak-pihak
lawan.
Ketika
kita memperhatikan gerakan mahasasiswa sebagai salah satu bentuk
gerakan sosial, maka secara umum gerakan-gerakan yang dihadirkan
cenderung bersifat reaksioner, ketidakjelasan visi gerakan, tidak dapat
melakukan konsolidasi secara massif. Sehingga gerakan mahasiswa dengan
cepatnya akan padam dan mudah untuk dipatahkan ketika melakukan
perlawanan atas kebijakan-kebijakan dari negara. Ada beberapa faktor
yang menyebabkan :
- Tidak adanya visi bersama yang diusung;
- Adanya egoisme yang dibentuk, apakah bersifat sektoral ataupun karena perbedaan organisasi.
- Adanya kelompok-kelompok mahasiswa yang sengaja dibuat oleh untuk mengacaukan gerakan mahasiswa;
- Sikap apatisme mahasiswa terhadap dunia gerakan;
- Adanya sikap kecurigaan diantara sesama elemen-elemen gerakan;
- Kecenderungan gerakan mahasiswa hanya mengandalkan gerakan massa;
- Kurangnya metode aksi/gerakan;
- Kurangnya aliansi sengan rakyat
Dengan
memperhatikan realitas dari gerakan mahasiswa tersebut, maka diperlukan
sebuah terobosan atau gagasan baru terhadap masa depan gerakan secara
umum. Diperlukan sikap kritis terhadap gejala yang menjangkiti gerakan
tersebut, dibutuhkan proses real yang matang dan mendalam terhadap
persoalan yang melingkupi negeri kita khususnya serta kecenderungan
dunia sekarang. Gerakan tersebut meniscayakan pola dan strategi yang
sesuia dengan kondisi.
Jikalau
kapitalisme bekerja secara sistematis dan mengglobal, maka gerakan
sosialpun harus diformulasi untuk melakukan perlawanan secara sistematis
dan berkelanjutan (sustainability), dan harus mampu menohok
logika dasar dari sistem ini, serta melakukan jejaring yang kuat
terhadap semua sektor kehidupan (ekonomi, politik, sosial, kebudayaan,
pendidikan bahkan pada aspek hukum, dan pertahanan dan keamanan). Yang
harus dilakukan adalah dengan melakukan proses edukasi (pendidikan kritis)
terhadap rakyat, melakukan proses advokasi, membangun gerakan yang
tidak terpisah dengan rakyat, dan yang tak kalah pentingnya adalah
jangan sampai ruang-ruang pikiran kita yang selama ini kita jaga
kemerdekaannya pun harus mengikuti cara berpikir kapitalis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar