Welcome in Rasyid Blog

Membaca Adalah cara dimana dunia ada pada genggaman anda..
Jadi Teruslah membaca..
Semoga dapat bermanfaat bagi anda..

A-CHIED ANGKOTASAN

Senin, 26 November 2012

PENCURIAN PENIPUAN PADA BANGUNAN SIPIL







Isi artikel ini adalah kutipan kembali artikel opini yang pernah saya tulis beberapa tahun yang lalu dengan judul “Akal-Akalan Kontraktor Nakal” untuk disajikan kembali ke hadapan pembaca yang budiman. Artikel yang saya salin ulang ini, saya beri nama baru yakni “Pencurian dan Penipuan pada Bangunan Sipil”, karena isi artikel ini kayaknya masih relevan dengan kondisi sekarang. Semoga ada manfaatnya bagi kita semua! Selamat mengikuti.

Julukan modern abad kini; kontraktor makan besi, beton, krikil, ataupun aspal, sudah tak asing lagi didengar di telinga kita. Izinkalah saya kembali meminjam kata-kata dari Ir. Andy Kirana, M.S.A, yaitu ungkapan umum yang menyakitkan dan sering dilontarkan adalah ”Kontraktor itu pencuri’ atau ”Konsultan itu penipu”. Mengapa demikian? Kembali ke konteks citra buruk bisnis konstruksi tersebut, maka ungkapan tersebut tidaklah berlebihan, apabila masih ada segelintir kontraktor yang terus berusaha untuk mencuri material bangunan.

Kata orang, ”secerdik-cerdiknya polisi”, namun lebih cerdik lagi si pencuri, yang konon katanya lebih cerdik dan lebih nakal dari pada si kancil pada cerita anak-anak. Mencuri material bangunan tidak mudah, karena di samping takut ketahuan, mereka harus mempunyai dan menguasai berbagai teknik akal-akalan yang tidak terpuji, belum lagi mereka harus berhadapan dengan hukum akibat kegagalan bangunan. Dari nara sumber yang sangat menyakinkan yaitu versi ”si-Usil” dari kedai kopi, mengupas tuntas tentang bagaimana akal-akalan kontraktor nakal dan cara mencuri material bangunan.

Dengan teknik perlahan tapi pasti, hampir semua bidang proyek pekerjaan sipil bisa disusupi dengan mudahnya. Proyek konstruksi jalan misalnya; sudah berapa ribu-ribu kubik tanah timbun dimakan, hanya dengan mengeser patok tetap (BM). Mudah sekali, cukup dengan menekan sedikit patot BM sudah dapat meng-uap-kan ribuan kubik tanah timbun, celakanya semua ini bisa tertata rapi, didukung oleh Shop Drawing dan Asbuilt Drawing, yang diiringi oleh berita acara pemeriksaan yang seolah-oleh memang sesuai benar dengan prosedur.

Aspal (Hot-mix) yang berwarna hitam legam mungkin rasanya manis juga, karena konstruksi aspal yang kelihatan sulit dipermainkan pun bisa diakal-akalin untuk dimakan.  Untuk mencapai kepadatan tertentu dalam penghamparan aspal ini, persyaratannya harus dilakukan pada temperatur sekian sampai temperatur sekiannya (temperatur tertentu). Dengan memainkan temperatur di bawah dari yang disyaratkan, tentu akan diperoleh volume aspal jadinya yang lebih besar, yang konon kata si-Usil bisa mencuri 10 sampai 30 persen aspal.  Hal ini terjadi bisa juga dengan mengakal-akalin terjadinya perbedaan temperatur antara lokasi pembuatan yang disebut dengan AMP, dengan lokasi penghamparan di mana konstruksi jalan dikerjakan.

Terutama di Pekanbaru pemakaian besi banci, kayu banci, batu bata banci, dan material bangunan lainnya yang serba banci sudah menjadi hal yang lumrah. Sudah berapa banyak material besi yang dimakan, karena menggunakan besi banci. Jangan dianggap sepele akibat pengurangan beberapa milimeter dari diameter besi yang digunakan, karena yang dikurangan adalah diameter bagian luar (out side), maka pengurangan beberapa milimeter itu akan sama dengan pengurangan sekian puluh persen besi dari material besi itu. Bayangkanlah, bagaimana caranya memakan besi beton tajam dan keras ini yang jumlahnya sampai ratusan ton? Luar biasa!

Rupanya beton bisa juga dimakan orang. Pencurian volume beton pada pembuatan jalan setapak misalnya, sisi tepi kiri kanan dibuat sesuai dengan gambar, malahan kadang-kadang sengaja dilebihkan, tetapi pada bagian dalam atau sisi tengahnya dibuat setipis mungkin. Tidak berbeda dengan pekerjaan pengecoran dinding saluran, pada bagian tanggul dibuat sesusai bestek, tetapi pada bagian dinding yang sulit diukur dibuat setipis mungkin. Yang lebih menyedihkan, adalah pekerjaan pembesian tanggul parit pada daerah pelosok, atau daerah yang sepi penghuninya. Besi tanggul bisa ditarik-tarik seiring dengan pekerjaan pengecoran beton tanggul, sehingga rangkaian besi yang panjangnya sepuluh meter bisa dipergunakan untuk pengecoran tanggul yang berpuluh-puluh meter panjangnya.

Begitu juga pada pekerjaan saluran irigasi, pembuatan saluran-saluran primer sampai dengan tersier juga tidak jarang terjadi pencurian spesifikasi, sehingga sudah berapa banyak jaringan irigasi yang tak dapat berfungsi dengan baik. Pada saluran yang gampang dipantau oleh tim pemeriksa dibuat sedemikian bagusnya, tetapi bagaimana dengan area-area yang sulit dijangkau pemeriksa? Mereka kerjakan dengan sesuka hati, kalau perlu hanya dengan satu skop excavator saja, yang penting airnya dapat mengalir dengan tidak memperhatikan debit air yang akan dialiri.

Sebenarnya semua ini tidak perlu terjadi, apabila si pengawas konstruksi bekerja sesuai dengan apa semestinya menurut tugas yang diberikan. Pengawas yang baik sadar bahwa, mereka telah dibayar untuk mengawasi bangunan-bangunan yang dibangun dari uang rakyat. Bagaimana dengan Pimpro yang arif? Dia tidak akan meminta komisi yang konon besarnya bisa mencapai 10%, karena dia sadar komisi tersebut pasti berasal dari hasil jarahan di proyek. Kontraktor tidak mungkin bisa berbuat banyak, apabila pihak-pihak yang terlibat konsekuen dengan tugasnya masing-masing.

Meskipun cerita masalah curi-mencuri di atas hanyalah merupakan cerita ”Si-Usil” di kedai kopi, tetapi pada realitanya tidaklah jauh-jauh dari cerita kedai kopi tersebut,  suatu realita yang sulit dibuktikan atau bisa jadi fakta yang enggan dibuktikan. Kalaulah hal ini benar, timbul pertanyaan besar, Apa yang dikerjakan Panitia Lelang? kemanakah konsultan pengawas? Kemanakah tim teknis instansi yang bersangkutan? Apa saja kerja seorang Pimpro? Sampai dimanakah tanggung jawab mereka? Bukankah mereka sudah dibayar untuk tugas tersebut? Dan sampai kapankah hal ini akan terus berlangsung?

Di Tulis oleh : Ir. Rony Ardiansyah, MT, IP-U

Tidak ada komentar:

Posting Komentar